Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu

Tersebutlah sebuah negara bernama Lokapala. Yang menjadi raja adalah seorang pemuda gagah sakti mandraguna, pandai dalam olah keprajuritan bernama Wisrawana atau juga yang bergelar Prabu Danaraja/Danapati. Rakyat dan bala tentara Lokapala terdiri dari bangsa manusia dan raksasa. Lokapala merupakan salah satu kerajaan tertua, sebelum pemerintahan dipimpin oleh Prabu Danaraja, dahulunya kerjaan ini dipimpin oleh para leluhurnya. Pendiri Lokapala sendiri adalah Prabu Andanapati yang merupakan putra dari Batara Sambodana (anak Batara Sambu).

Prabu Andanapati mempunyai seorang kakak kandung bernama Resi Wasista.

Prabu Lokawana yang adalah generasi ketiga dari Prabu Andanapati menurunkan seorang putri bernama dewi Lokawati. Ia menjodohkan putrinya dengan Resi Wisrawa yang adalah putra dari Resi Supadma (generasi ketiga Resi Wasista). Jadi antara Resi Wisrawa dan Dewi Lokawati masih terjalin pertalian saudara yang kemudian lahir Prabu Wisrawana (Prabu Danaraja).

Alkisah Prabu Danaraja mendengar ada sebuah sayembara yang memperebutkan seorang putri cantik bernama Dewi Sukesi. Dewi Sukesi adalah putri dari Prabu Sumali seorang raja raksasa pemimpin negara Alengka. Kecantikan Dewi Sukesi yang telah kesohor keseluruh mancanegara sudah dipastikan akan menjadi perebutan diantara para raja-raja. Tidak terkecuali dengan Prabu Danaraja yang ingin sekali memperistri Dewi Sukesi dan menyandingkannya sebagai permaisuri kerajaan Lokapala. Maka disampaikanlah keinginan itu kepada ayahandanya Resi Wisrawa. Kepada ayahandanya, Danaraja menyampaikan hasratnya ingin menikahi Dewi Sukesi. Namun ang membuat Danaraja merasa berkecil hati adalah sayembara yang digelar oleh Prabu Sumali bukanlah sayembara unjuk kedigjayaan yang bersifat keprajuritan, akan tetapi sayembara itu adalah syarat yang diminta langsung oleh sang dewi untuk bisa membuka tabir "Sastra Jendra Hayu Ningrat". Sudah banyak raja-raja mancanegara yang mengundurkan diri dalam sayembara karena mereka tidak mampu membuka tabir tersebut. Namun Danaraja merasa yakin bahwa ayahandanya mampu membuka tabir Sastra Jendra Hayuningrat. Untuk itu Danaraja meminta kepada ayahnya agar mau mengikuti sayembara mewakili dirinya.

Resi Wisrawa yang sangat mencintai putranya itu sudah pasti sangat senang dan mengabulkan permintaan sang putra. Ia pun berpendapat bahwa, tidak pantas bagi seorang raja terjun langsung ke dalam arena sayembara, terlebih lagi tentang Sastra Jendra yang dianggapnya hanya dririnya sendiri yang mampu menjabarkan ilmu adiluhung tersebut. Dengan cinta yang tulus dari seorang ayah, Wisrawa bersedia berangkat ke Alengka untuk melamar sang putri Sukesi.

Alengkadirja adalah kerajaan besar yang dipimpin oleh raja raksasa bernama Prabu Sumali. Walaupun sang raja berwujud raksasa namun hati dan tindak-anduknya jauh lebih mulia melebihi manusia lumrah. Prabu Sumali sendiri adalah putra dari raja Alengka sebelumnya, Prabu Puksura. Prabu Sumali juga memiliki putra yang berwujud raksasa bernama Prahasta yang sangat sakti. Negara Alengka merupakan negara yang sudah berusia cukup tua. Raja-raja sebelumnya yaitu Prabu Banjaranjali, Prabu Jatimurti, Prabu Getahbanjaran, Prabu Bramanatama, Prabu Puksura dan terakhir Prabu Sumali. Rakyat Alengka kebanyakan adalah para raksasa yang hidup tentram dan damai dibawah kepemimpinan raja-raja tersebut.

Prabu Sumali tengah dirundung bingung. Ia sedang mencari jodoh untuk putrinya yang tercinta Dewi Sukesi. Namun sang putri yang dikasihinya itu menuntut syarat yang sangat sulit untuk dipenuhi bagi kebanyakan orang. Yang ingin meminangnya harus ahli membedarkan sastra agung Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Namun diluar persyaratan itu, Jambumangli yang merupakan paman Dewi Sukesi sendiri yang berwujud raksasa, menghendaki Sukesi menikah dengan seorang satria yang mampu mengatasi keperkasaannya. Syarat yang dibuat oleh Jambumangli sendiri. Dan memang hingga kini tidak satupun para kesatria dan raja yang datang ke Alengka mampu mengalahkan kedigjayaan Jambumangli. Ada udang dibalik batu. Sebenarnya Jambumangli menginginkan Sukesi. Jambumangli tidak ingin ada orang lain yang boleh mempersunting Sukesi. Hal tersebut sebenarnya telah diketahui oleh Sukesi, maka dari itu Sukesi pun meminta syarat khusus yang tidak bisa dipenuhi oleh Jambumangli.

Resi Wisrawa akhirnya sampai di istana Alengka dan bertemu dengan Prabu Sumali. Sebenarnya Resi Wisrawa dan Prabu Sumali adalah sahabat dekat, hubungan mereka sangat akrab. Tanpa basa basi Wisrawa menyampaikan maksudnya kepada Prabu Sumali. Sang prabu memberitahukan bahwa untuk mendapatkan Dewi Sukesi ada syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak memandang apa dan siapa, dari golongan mana orangnya, yaitu harus dapat mengungkapkan tabir Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Resi Wisrawa menyanggupi. Ia menjelaskan kepada Prabu Sumali apa arti ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Namun sebelum wejangan berupa penjabaran makna ilmu sastrajendra diajarkan kepada Dewi Sukesi, Resi Wisrawa memberikan sekilas tentang ilmu itu kepada Sang Prabu Sumali. Resi Wisrawa berkata, jika dengan sesungguhnya menghendaki keutamaan dan ingin mengetahui arti sastra jendra. Ajaran Ilmu Sastra Jendra itu adalah rahasia alam semesta, barang siapa yang mampu membaca, memahami dan melaksanakan ajaran Sang Maha Pencipta yang tersirat dan tersurat, maka ia akan menjadi besar dalam kesempurnaan hidupnya. Yang menyadari dan mentaati benar makna yang terkandung dalam ajaran itu akan dapat mengenal watak (nafsu-nafsu) diri pribadi. Nafsu-nafsu ini selanjutnya dipupuk, dikembangkan dengan sungguh-sungguh secara jujur, di bawah pimpinan kesadaran yang baik dan bersifat jujur. Dalam pada itu yang bersifat buruk jahat dilenyapkan dan yang bersifat baik diperkembangkan sejauh mungkin. Kesemuanya di bawah pimpinan kebijaksanaan yang bersifat luhur.

Prabu Sumali tertegun mendengar uraian Resi Wisrawa. Mendengar penjelasan singkat itu Prabu Sumali hatinya menjadi sangat terpengaruh, dengan segera ia mempersilahkan Resi Wisrawa masuk ke dalam sanggar Dewi Sukesi. Wejangan dilakukan di dalam sanggar, berduaan tanpa ada makhluk lain kecuali Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, agar penjabaran ilmu tersebut bisa diserap langsung oleh sang dewi dengan sempurna.

Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebuah ilmu sebagai kunci orang dapat memahami isi alam semesta, dimana di dalamnya terkandung makna hubungan manusia dengan Sang Pencipta Yang Maha Esa, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta dimana manusia itu hidup. Dan pada akhirnya kemana manusia itu akan kembali. Maka dari itu ilmu Sastra Jendera Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebagai sarana pemusnah segala bahaya. Sudah tidak ada lagi ilmu yang paling tinggi, segalanya sudah tercakup dalam sastra utama, puncak dari segala macam ilmu.

Sastra Jendra disebut pula Sastra Ceta. Suatu hal yang mengandung kebenaran, keluhuran, keagungan akan kesempurnaan penilaian terhadap hal-hal yang belum nyata bagi manusia biasa. Karena itu Ilmu Sastra Jendra disebut pula sebagai ilmu atau pengetahuan tentang rahasia seluruh alam semesta beserta perkembangannya. Jadi, Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ialah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kembalinya manusia kepada Sang Penciptanya.

Sementara itu di kahyangan Suralaya, Jonggring Salaka. Sanghyang Jagatnata (Batara Guru) sangat gelisah. Ia sangat merisaukan permintaan Dewi Sukesi yang ingin mengetahui serat ilmu Sastra Jendra. Dan yang lebih membuat hatinya risau bercampur marah adalah Wisrawa kini sedang mencoba menjabarkan ilmu tersebut. Jagatnata tidak ingin siapapun, mahluk apapun di jagat raya ini mengetahui risalah Sastra Jendrahayuningrat. Sebab, bila semua itu terjadi, apalagi manusia atau mahluk di jagat pramuditya ini menjalankan makna yang terkandung dalam Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, maka tidak akan ada lagi bangsa manusia, jin dan raksasa yang memuja para dewa. Suralaya akan terguncang, hancur luluh. Untuk itu Sanghyang Jagatnata bermaksud ingin menggagalkan tujuan Wisrawa. Bersama Dewi Permoni, Sanghyang Jagatnata turun ke mayapada menuju Alengkadirja.

Dalam pesanggrahan yang hanya diterangi oleh titik cahaya, dua insan berbeda jenis saling berhadapan. Resi Wisrawa memulai wejangannya membuka risalah-risalah ilmu agung kepada Dewi Sukesi. Dilain pihak, tanpa diketahui oleh kedua insan ini, dua titik cahaya yang mempunyai maksud tersembunyi menyeruak masuk ke dalam pesanggrahan. Dua titik itu terus menerobos masuk dan meraga sukma ke dalam jasad Wisrawa dan Sukesi. Dua titik cahaya tadi tidak lain adalah Sanghyang Jagatnata yang merasuk ke dalam tubuh resi Wisrawa, dan titik satunya adalah Dewi Permoni yang juga telah merasuk ke dalam jasad Dewi Sukesi.

Jauh di dalam jasad, di alam yang tidak terlihat oleh kasat mata. Dua mahluk berupaya merusak nafsu yang menjadi dasar kodrat kemanusiaan. Dewi Permoni yang mempengaruhi nafsu-nafsu Dewi Sukesi, dan Sanghyang Jagatnata yang mempengaruhi nafsu-nafsu Wisrawa. Keduanya menggoda dengan sangat kuat. Godaan demi godaan kian membakar diantara kedua insan. Wisrawa dan Sukesi tidak lagi mampu menahan godaan. Tepat sebelum Wisrawa mampu menjabarkan keseluruhan serat Sastra Jendra, keduanya terjerumus dalam kubang kenistaan. Jebolah dinding pertahanan Wisrawa dan Sukesi hingga keduanya larut dalam cumbuan birahi yang membutakan mereka. Tidak ada lagi penyesalan diantara keduanya pada saat itu. Hubungan tersebut terjalin berlarut-larut hingga Dewi Sukesi membuahkan kandungan. Wisrawa lupa bahwa ia pada hakikatnya hanya berfungsi sebagai wakil anaknya untuk memenuhi syarat yang diinginkan Dewi Sukesi.

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu gagal diselesaikan. Dan hasil dari segala uraian yang gagal diselesaikan itu adalah sebuah noda, aib dan cela yang akan menjadi malapetaka besar dunia dikemudian hari. Namun apapun hasilnya harus tetap dijalani. Wisrawa dan Sukesi menceritakan semuanya apa adanya kepada sang ayah Prabu Sumali. Dengan arif Prabu Sumali menerima kenyataan yang sudah terjadi. Akhirnya Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi resmi sebagai suami istri, dan seluruh sayembara ditutup.

1 komentar untuk "Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu"

rosma 27 Oktober 2012 pukul 14.23 Hapus Komentar
menarik.